Celengan Faza dan Izzan sudah penuh. Sudah beberapa bulan mereka menabung. Biasanya mereka meminta koin-koin recehan dari dompetku, atau paling banyak lembaran dua ribu rupiah untuk ditabung, namun sekarang sudah tidak bisa masuk lagi. Sudah beberapa kali Faza meminta untuk membongkar celengannya, namun belum kami ijinkan.
"Bun, kata Bunda, tabungan kan untuk beli apa yang kita pengen," ujar Faza.
"Untuk beli apa yang kita perlu," ucapku meluruskan.
"Bun, Faza perlu sepeda baru. Pakai uang di celengan Faza aja, udah penuh nih.. udah ngga bisa bunyi lagi," Faza mengayun-ayun celengannya.
Sudah beberapa kali dia mengajukan ide, mau dibelikan apa tabungannya nanti: mainan lego, sepeda baru, mobil remote control, sepatu baru; usulannya berubah-ubah terus. Terus terang kami tidak rela kalau uang tabungannya dibelikan mainan. Sepeda atau sepatu... bolehlah..
Sebenarnya sepeda lama Faza masih layak pakai, cuma sedikit kekecilan saja. Sepeda Izzan yang sudah sangaaatt kekecilan untuk ukuran tubuhnya, walaupun masih bisa dipakai juga. Melihat Izzan menaiki sepedanya seperti melihat beruang sirkus naik sepeda.. ups hahaha! Beberapa kali Izzan bilang dia mau sepeda baru, dan tidak apa-apa jika sepeda Faza untuk dia. Faza saja yang beli sepeda baru. Izzan sudah tahu bahwa dia tidak bisa meminta sesuatu dari uang tabungannya karena sudah dibooking untuk mengganti pintu kaca lemari yang pecah dipukulnya.
Kami tidak ada niatan untuk membelikan Faza sepeda yang benar-benar baru. Selama ini pun kami mendapat sepeda-sepeda lungsuran dari kedua kakakku dan Abah-Enin. Abah, bapakku, terbilang rajin berburu sepeda bekas untuk dibagikan kepada cucu-cucunya. Dihitung-hitung, kami telah mendapat lungsuran: satu stroller, satu sepeda anak roda tiga, satu sepeda anak roda empat (yang kemudian dilepas roda bantunya) dan dua sepeda roda dua. Masa bakti mereka melewati tiga keluarga. Aku sebagai si bungsu, membuat anak-anakku jadi yang paling muda dibanding sepupu-sepupunya. Stroller, sepeda roda tiga, dan sepeda roda empat akhirnya kami lungsurkan ke si Abang Tukang Barang Bekas.
Nah, sepeda Izzan yang kekecilan dan sepeda Faza ini adalah generasi terakhir sepeda lungsuran di keluarga kami. Anak-anak memang tumbuh besar dengan cepat.
Maka surveylah kami ke satu toko sepeda dekat rumah. Ada beberapa sepeda bekas dipajang didepannya dengan ukuran agak sedikit lebih besar dari sepeda Faza yang sekarang, yang berarti cocok sekali untuk Faza. Harga? Pastinya jauh dibawah harga sepeda baru yang sampai berjuta-juta itu. Sepeda anak-anak memang bukan barang investasi ya. Hal ini juga yang membuat kami memilih membeli sepeda bekas saja, mereka masih akan cukup kokoh untuk dipakai selama beberapa tahun sampai jadi terlalu kecil untuk anak-anak kami. Dan setidaknya, sepeda Izzan masih bisa ditukar-tambah dengan sepeda 'baru' Faza.
Apa Faza keberatan dengan sepeda bekas? Alhamdulilah tidak. Ya, kami memang memberikan intro, bahwa kami tidak bisa membelikan sepeda yang benar-benar baru, tapi lebih baik membeli sepeda yang kondisinya masih baik, yang harganya sesuai dengan jumlah uang yang ada di tabungan Faza. Faza malah senang sekali, "Beli sepeda pakai uang tabungan Faza," katanya berulang kali. Nampaknya, membeli sepeda menggunakan uangnya sendiri membuat Faza merasa puas. Faza yang memilih sendiri sepeda baru-nya.
Menabung dan membeli barang yang dibutuhkan sesuai dengan kondisi keuangan. Mudah-mudahan ajaran ini juga bisa dilungsurkan pada anak-anak kami.
Izzan dan sepeda lamanya |
Faza dan sepeda bekasnya yang baru |
Izzan dan sepeda barunya yang bekas |
menabung memang seharusnya dilatih dari kecil sehingga kebiasaan tersebut nantinya kan terbawa ketika sudah dewasa
ReplyDeleteIya mudah-mudahan jadi kebiasaan ya, Mbak.
DeleteNice share, thanks for posting
ReplyDelete