"Bun, ayo ke dokter gigi lagi!"
Siapa yang suka pergi ke dokter gigi? Rasanya kalaupun ada, akan sangat sedikit yang mengacungkan jari ya untuk pertanyaan ini. Pergi ke dokter gigi identik dengan rasa sakit ngilu yang tak tertahankan, bunyi alat bor yang mengerikan.. belum lagi jika si kait tajam itu sudah di genggaman sang dokter dan siap mengorek lubang gigi kita, waduuhh.. rasanya ingin kabur saja! Tapi jika tidak begitu, gigi kita akan tetap sakit. Tahu kan rasanya sakit gigi, lebih parah dari sakit hati :)
Tapiiii.. anak-anakku suka ke dokter gigi! Buktinya, mereka minta lagi tuh diperiksa giginya.. Hmmm.. Koq bisa ya?
Mengingat ketakutan kami sendiri, sebenarnya kami sedikit khawatir untuk membawa anak-anak kami memeriksakan gigi ke dokter gigi. Di beberapa sumber, dikatakan bahwa gigi anak sebaiknya mulai diperiksakan enam bulan sejak pertumbuhan gigi pertama. Wah.. kini anak-anak kami sudah berusia 6 dan 8 tahun. Telat sekali ya, tapi toh lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali, kan?
Seminggu sebelum hari H, kami sudah mulai memberikan briefing tentang kunjungan ke dokter gigi. Nanti Aa Faza dan Ade Izzan akan duduk di kursi pasien, terus giginya akan dilihat dan dibersihkan.
"Tapi jangan dicabut," kata-kata Faza tak jelas karena dia bicara sambil menutup (baca: melindungi) mulutnya.
"Yaaa.. ga akan dicabut. Gigi Aa ngga ada yang sakit kaan? Aa rajin sikat gigi kan dua kali sehari?" ujar suamiku.
Faza menggangguk sambil masih mendekap mulut.
"Nanti giginya diapain?" tanya Izzan.
"Nanti diperiksa sama dokter. Bunda lihat gigi Aa dan Ade sudah ada karang giginya. Nanti karang giginya dibersihkan, namanya scaling. Kalau ngga dibersihkan nanti giginya bisa keropos dan sakit," jelasku. "Nah, waktu karang giginya dibersihkan, mungkin akan sedikit terasa sakit dan sedikiiit berdarah (aku masih teringat sekali sakit dan ngilunya scaling yang aku alami.. hiii) hmm.. tapi Aa sama Ade kan kuat yaa.."
"Nanti pulang dari dokter gigi beli es krim ya?" tanya Izzan.
Hmmm..
"Atau ayam krispi, atau pizza, atau.." lanjut Faza.
"Nggaaaa..." ujarku cepat sebelum tuntutan bertambah panjang. "Pergi ke dokter gigi itu kan harus untuk periksa gigi, ngga ada acara jajan-jajan yaaa."
Di hari H, di mobil saat berkendara ke rumah sakit, sekali lagi kami memberikan pengertian tentang kunjungan ke dokter gigi. Tidak ada tanda-tanda ketakutan pada anak-anak kami. Menurutku sih, sebenarnya anak-anak hanya akan takut jika orangtuanya pun takut. Ini adalah pengalaman pertama mereka. Baik sekali jika mereka diberikan gambaran-gambaran positif tentang manfaat yang akan didapat dari pergi ke dokter gigi dibandingkan dengan menceritakan pengalaman-pengalaman menyakitkan dan memilukan (ehem..) yang orang tuanya alami, walaupun itu semua jujur.
Di ruang dokter, anak-anak menunjukkan antusiasme yang tinggi pada peralatan pemeriksaan dan kursi pasien. Faza dengan senang hati duduk di kursi pasien dan tertawa-tawa saat kursi dan sandaran kepalanya digerakkan naik-turun. Dokter gigi anak memang memiliki pendekatan-pendekatan khusus dalam menangani kekhawatiran anak (dan orang tua). Memang Faza tampak sedikit tegang saat giginya dibersihkan, namun tidak terucap sedikitpun kata 'aduh' dari mulutnya. Melihat Faza menyelesaikan pemeriksaan dengan lancar, adiknya juga jadi percaya diri untuk duduk di kursi pasien. Alhamdulillah, tidak ada masalah dengan gigi anak-anak, memang hanya perlu dibersihkan dari karang gigi yang juga tidak banyak.
Faza tidak takut diperiksa giginya |
Izzan juga tidak takut! |
Selesai pemeriksaan, ada kejutan manis dari ibu dokter: satu stiker untuk tiap anak! Faza dan Izzan senang sekali mendapat hadiah ini. Gigi bersih dan sehat, hati pun senang karena pergi dapat stiker.
Senangnya dapat stiker, hadiah keberanian! |
Dari pengalaman kami ini, ada beberapa hal yang bisa diintisarikan:
1. Ayo perkenalkan dan kunjungi dokter gigi saat gigi anak masih dalam keadaan baik, jangan menunggu sakit dulu. Hal ini akan mengurangi ketakutan anak karena gigi mereka 'hanya' akan diperiksa dan dibersihkan saja tanpa menimbulkan rasa sakit yang berarti.
2. Kenali dokter gigi anak mana yang ramah anak. Pendekatan personal dari sang dokter sangat membantu meningkatkan kenyamanan anak. Anda bisa mencari tahu dari teman atau rekan, tentang dokter gigi yang baik, ramah dan profesional.
3. Jika anak telah cukup umur untuk dapat memahami pengertian yang kita berikan, utamakan untuk memberikan pengertian tentang banyaknya manfaat yang didapat dari datang ke dokter gigi. Jangan menceritakan pengalaman buruk Anda dengan dokter gigi, apalagi melebih-lebihkannya. Mereka tidak (atau belum) perlu tahu tentang hal ini.
4. Pastikan gigi anak-anak Anda terawat dengan baik, Biasakan mereka untuk menyikat gigi dua kali sehari, utamanya yang sekali sebelum tidur. Gigi yang terawat baik, membuat kunjungan ke dokter gigi jadi lebih menyenangkan :)
Empat hal di atas terbukti berhasil diterapkan untuk anak-anak kami. Buktinya, mereka ingin ke dokter gigi lagi supaya dapat stiker lagi. Anda mau mencoba? :)
anak aku juga ini kayanya udah saatnya mulai silaturahmi ke dokter gigi. Pernah diajak waktu masih 3tahunan, malah nangis, jadi emaknya yang discalling -___-
ReplyDeletesalam kenal ya mba :)
Hehe.. aku juga baru kepikiran untuk bawa anak ke dokter gigi setelah mereka bisa dikasi pengertian.. Alhamdulillahnya sampai saat ini ga ada keluhan sama gigi2 mereka sih.
DeleteSalam kenal juga, Mba Febi :)
anakku liat dokter gigi di upin ipin aja nangis T_T
ReplyDeletetrus aku kudu piye mak?
*malah curhat*
Qiqiqiq.. walah.. padahal dokter gigi di upin ipin lucu yaa :D
DeleteCoba bilangin, kalo dokter gigi di dunia nyata lebih lucu lagiii.. ntar dikasi stiker pulaaa hehe :)
Wah, dokter gigi-nya pinter tuh Ma ngambil hati anak2. Kalo dikasi hadiah, yakin deh besok2 anak2 minta lagi ke dokter gigi hehehe
ReplyDelete