Kalau Ayah dinas luar kota beberapa hari, anak-anak setiap hari menanyakan kapan Ayah pulang. Jangan terharu dulu, yang mereka kangenin adalah HP Ayah. HP Ayah ada konten permainannya, HP Bunda hanya untuk pekerjaan semata. Saat Ayah pulang, selepas salim, mereka akan menadahkan tangan sambil tersenyum manis meminta HP. Hanya Bunda yang tertarik dengan oleh-oleh yang Ayah bawa.
Kupikir memang tepat untuk membatasi intensitas interaksi anak dengan HP. HP itu candu! Sudah terbukti pada emaknya #ehh. Ah, emaknya sih bisa berkilah, kan pekerjaan datangnya lewat email dan WA, dengan masa konfirmasi yang singkat. Jadi Bunda harus sering-sering mengecek email dan WA. Terlewat setengah jam saja, da-dah deh uang tambahan Bunda. Jika ada notifikasi di FB atau Twitter, ya aku buka juga dong. Lalu, keterusan deh baca-baca status sampai berjam-jam.
Tapi di sini aku bukan akan membahas hubungan aku dan HP. Aku akan membahas hubungan anak-anak dan HP #ngeles mode on.
Anak-anak tidak boleh terlalu banyak terpapar gawai, itu sudah pasti. Kenapa? Sudah pernah kubahas di sini Lebih jauh mengenal Robotic
Jadi aku perlu trik untuk membatasi penggunaan HP di rumah. Selama ini, hari-hari belajar Senin sampai Jumat sih tidak bermasalah, karena anak-anak tidak boleh main HP di hari-hari ini. Kegemasanku datang di hari Sabtu Minggu. Anak-anak libur dan punya waktu luang yang banyaaak sekali. Kalau anak-anak tetangga teman main mereka tidak ada, yah ribut deh mereka minta pinjam HP Ayah dan Bunda. Tidak, mereka tidak buka konten-konten bermasalah atau mengkhawatirkan. Kami tahu apa yang mereka lihat karena volume HP selalu disetel cukup keras untuk dapat kami dengar. Tapi yang membuat gemas adalah melihat mereka duduk-duduk diam saja di dalam rumah, sementara matahari bersinar cerah di luar sana.
Mereka harus bergerak! Tulang-tulang dan persendian mereka harus berayun dan berputar. Kulit mereka harus terpapar sinar matahari dan udara segar!
Jadi aku dan suami 'menciptakan' program 30 menit main gawai setelah 1 jam main sepeda'. Anak-anak boleh main gawai (HP Ayah Bunda) hanya setelah main sepeda selama 1 jam. Kenapa sepeda? Yah, sebenarnya sih ngga mesti sepeda. Intinya adalah aktivitas bergerak di luar rumah. Aku bilang sepeda karena mereka suka main sepeda. Tapi kalau mereka pilih main bola atau bulu tangkis juga tidak apa-apa. Olah raga apa pun itu, ayahnya bisa menemani.
Ada link youtube yang anak-anak pernah lihat tentang posisi ergonomis saat menggunakan laptop.
Waktu maksimal yang sehat bagi tubuh untuk berada di depan laptop adalah 30 menit |
Waktu di depan laptop sebaiknya dikompensasi dengan waktu untuk menggerakkan badan |
Gerakkan badan di luar ruangan agar badan tidak kaku dan mata tetap sehat |
Terutama sekali, anak-anak suka melihat bagian saat si anak 'dihentikan' setelah menggunakan laptop selama 30 menit, untuk bermain sepeda selama 30 menit pula, diikuti oleh ibu dan bapaknya. Mereka bertanya-tanya tentang ini. Aku jadi mudah dan tidak perlu terlalu berbuih-buih menerangkan tentang pentingnya aktivitas luar ruangan dan bahayanya bermain gawai terlalu lama, terbantu oleh tayangan video ini.
Saat program ini diperkenalkan, tentu ada sedikit tentangan:
"Koq 1 jam? Lama amat. Di video itu kan cuma 30 menit."
"Tapi sekarang kan panas, Bun. Kan kata Bunda, jangan main sepeda kalau panas-panas begini,"
"Tapi sekarang kan hujan, Bun. Emang boleh main sepeda sambil hujan-hujanan?"
Ya, kalau panas atau hujan, jangan main sepeda. Jadi boleh main HP? Ya, ngga. Jadi ngapain dong? Ya ngapain aja, tapi ngga main HP.
Daaan di hari pertama program ini diluncurkan, anak-anak main sepeda 4x1 jam! Hebat banget ya usaha mereka kalau sudah niat ingin main HP. Hingga hari ini, sudah dua bulan lebih program ini berjalan, semoga kami istiqomah :')
Kalau ponakanku udah mulai suka ngevlog trus sekarang jd minta jalan jalan dan main outdoor supaya fi videoin kwkkwkwk
ReplyDeleteWah keren! Nah ini berarti gabungan main gawai dan aktivitas luar ruangan ya.
DeleteDisini peraturan anak-anak SD dan SMP tidak boleh mempunyai gadget sama sekali. Semua kegiatan harus kegiatan fisik dan di luar ruangan. Peran guru, sekolah dan orangtua benar-benar dijalankan dengan baik. Bahkan guru tidak segan untuk datang ke rumah murid untuk mengingatkan bahaya menggunakan gadget jika masih di bawah umur. Jadinya telepon rumah dan telepon umum masih banyak digunakan untuk komunikasi.
ReplyDeleteWah hebat ya di tempat Mbak Junita. Domisili di mana, Mbak? Anak-anakku juga ngga bawa gawai sih ke sekolah... belum punya juga. Dan di sekolahnya juga ada larangan bawa gawai. Tapi guru sekolahnya ngga sampai datang ke rumah untuk mengingatkan. Telepon rumah dan telepon umum? Udah jadi barang langka di Bogor...
DeleteOrang tua memang harus kreatif ya, mbak buat menyiasati agar anaknya nggak ketergantungan gadget
ReplyDeleteBenar. Dulu anak-anak masih mau diajak bikin-bikin sesuatu dari barang bekas. Sekarang udah berkurang minatnya. Aku juga sibuk dengan si baby. Jadi kusuruh aktivitas ke luar aja, ditemani ayahnya.
DeleteSenasib mba.. anakku juga. Klo pulang kerja, yang dikangenin hapenya..bukan orangnya.
ReplyDeleteKlo sabtu-minggu, aku yang sering uring-uringan krn telinga pada ilang..khusuk pegang hp...mobile legend atau minecraft
Haa... sama ya, Mbak. Toss! :)
DeleteSenasib mba.. anakku juga. Klo pulang kerja, yang dikangenin hapenya..bukan orangnya.
ReplyDeleteKlo sabtu-minggu, aku yang sering uring-uringan krn telinga pada ilang..khusuk pegang hp...mobile legend atau minecraft
Boleh juga nih tipsnya. Kalau saya belum bisa memberlakukan kayak gini. Anak pertama lebih suka di kamar dengan buku-bukunya, anak kedua lebih suka nonton youtube di hp nya. Klo di ajak mai diluar, mereka semangat. Anak pertama ngajak bulu tangkis, anak kedua ngajak jalan-jalan sambil merekam aktivitas jalan-jalan, ditambah si bungsu yang lagi belajar jalan. Emaknya yang teler
ReplyDeleteHahaha aku juga bakal repot sih kalau aku yang harus nemenin mereka, baby ku juga sama lagi belajar jalan. Jadi kalau lagi di luar, entah mereka main sendiri, sama teman-teman tetangga atau sama ayahnya.
DeleteJadi orang tua harus jadi raja tega.
ReplyDeleteKalau saya sih mengedapankan disiplin sama anak dan buat aturan tapi tetap fleksible.
Contoh fleksibel misalnya kalau memang ada waktu lebih misalnya besok nya libur bolehlah dikasih tambahan waktu. Misalnya 15 menit, habis 15 menit gak ada ampun. Mau nangis meraung-raung kek gak akan dikasih. Etapi kalau terbiasa tegas sama anak, anak pun akan mengerti kok, nangis hebohnya paling sekali, berikutnya akan ikut aturan. :)
Yes, setuju. Kalau udah menyepakati aturan, harus tegas. Jangan sampai orangtua kalah karena ngga tega.
DeleteWahh, bingung juga ya kalau yang dikangenin hapenya. Karena dulu pernah punya pengalaman kurang baik dengan gawai, jadinya gawai bener-bener dikeluarkan di menit menit terakhir dan darurat. Pas lagi jalan jauh misalnya, kadang anak boring, jadi lah gawaii beraksi, ehehe
ReplyDeleteKalau di rumah, alhamdulillah ga inget hape, tapi masih nonton TV siy >,<