Bebek Aja Antri! -- Dari tempatku berdiri, kira-kira di urutan kedua belas dari orang yang paling depan di antrian gubuk sate kambing ini, aku mengelilingkan pandang. Mataku terhenti di seorang ibu separuh baya yang tampak mencurigakan.
Sang ibu mengenakan baju kondangan yang cukup meriah. Baju atasan kebaya berwarna ungu tua berpayet, dengan kain sarung cokelat prada. Selop keemasan berhak tiga senti membungkus kakinya yang gemuk. Kakinya gemuk? Iya sih, wajar karena tubuhnya pun tidak bisa dibilang langsing. Meski demikian, gerak geriknya gesit. Sang ibu bergerak maju dari arah belakang antrian, mencoba menyelipkan diri di antara orang-orang yang mengantri gubuk lasagna panggang di sebelah gubuk sate kambing. Saat berjalan, kembang goyang berwarna emas di kondenya bergetar, serirama dengan ayunan tas tangan berwarna sama yang tergantung di lengan kanannya.
Karena antrian gubuk sate kambing mengular ke arah kanan, dan antrean lasagna panggang memanjang ke sebelah kiri, aku bisa melihat jelas pergerakan sang ibu berkebaya ungu tua. Dia ada kira-kira delapan meter di hadapanku dan semakin mendekat saat dia maju terus ke antrian terdepan. Ruang resepsi ini memang cukup penuh, tapi beberapa orang masih cukup beradab untuk membuat antrian yang jelas, dan aku berbangga hati termasuk salah satu yang bisa bergerak cepat untuk masuk ke antrian sate kambing yang penuh peminat.
Aku sudah semakin dekat menuju meja tempat setumpuk sate menguarkan aromanya yang harum, dan berbongkah-bongkah potongan ketupat berwarna putih kehijauan menggoda mata. Gubuk sate kambing ini memang salah satu yang paling diserbu saat Bapak MC mempersilakan semua tamu menikmati hidangan yang disediakan.
Demikian pula dengan gubuk lasagna panggang di sebelah gubuk sate kambingku ini. Antriannya semakin lama semakin panjang saja. Antrian sate kambing lebih cepat terlayani karena pelayan gubuk sudah menyediakan setumpuk piring-piring kecil berisi enam potong ketupat dan lima tusuk sate yang bisa langsung diambil oleh tamu, tinggal menunggu pelayan menuangkan bumbu kacang dan kecapnya saja. Tapi di gubuk lasagna, tamu mengambil sendiri porsi lasagnanya dari panci berpemanas, ini yang memperlambat berkurangnya antrian.
Tinggal dua orang lagi di depanku, lalu akan tiba giliranku. Aku menarik napas lega. Sang ibu juga semakin mendekat ke arah gubuk lasagna, tapi seperti antrian mobil yang tidak mau memberikan jalan pada angkot nakal yang ingin menyerobot, tampaknya semua orang di antrian gubuk lasagna kompak tidak mau memberi sela untuk sang ibu berkebaya ungu tua. Antri dari belakang dong, Bu, beberapa bapak bergumam di belakangku. Bebek aja antri! Ada lagi yang menyahut lebih pedas. Diam-diam aku tersenyum puas mendengarnya. Orang lain dalam antrian yang tidak disela saja merasa kesal melihat tingkah laku sang ibu berkebaya ungu tua, apalagi orang-orang di antrian lasagna itu.
Satu orang lagi di depanku, lalu giliranku. Sate kambing yang juicy, diselingi gajih-gajih putih bening ... . Aku suka sate kambing, hmmm ...
Lalu tiba-tiba, seperti badai, sang ibu berkebaya ungu tua melangkah berderap menuju gubuk sate kambing. Hanya perlu lima langkah untuk tiba tepat di depan gubuk. Tepat di depanku. Lalu sang ibu menjulurkan tangannya, mengambil dua piring kecil dan mengangsurkannya kepada pelayan yang kaget.
"Dua, Bang, Minta bumbu kacangnya, Bang. Cepetan, Bang!" perintahnya penuh arogansi.
Seperti sang pelayan, aku juga terpana.
***
#tantanganjuniforsen #4
#kisahhumanis
#sumber gambar: Pixabay
No comments:
Post a Comment