Ibu dan Posyandu, Sinergi Baik Penjaga Kesehatan Anak -- "Kok enggak ke Posyandu Sabtu kemarin, Bu?" tanya Bu Sidi saat aku dan Defai belanja ke warungnya hari Senin pagi. Bu Sidi adalah salah satu kader Posyandu di RT kami.
"Eheheh, punten kemarin itu kebetulan lagi ada keperluan keluarga, Bu. Kami berangkat pagi-pagi banget, baru pulang lagi sore," aku meringis.
"Ooh gitu, ya," sahut Bu Sidi sambil tersenyum memandang Defai yang menggelendot bersandar ke kakiku. "Tapi gimana imunisasinya Defai, sudah semua?" tanyanya lebih lanjut.
"Sudah, Bu. Dua bulan kemarin sudah selesai," jawabku. Makanya aku malas pergi ke Posyandu lagi, paling tinggal kontrol berat dan tinggi badan saja, batinku dalam hati.
"Tapi jangan berhenti datang ke Posyandu tiap bulan ya, Bu. Walaupun cuma kontrol berat dan tinggi badan, tetap penting itu," ujar Bu Sidi.
Lho, Bu Sidi kok bisa membaca pikiranku ya? Aku meringis lagi, lalu mengangguk-anggukan kepala, berjanji akan datang ke Posyandu bulan depan.
***
Pos Pelayanan Terpadu di kompleks perumahanku beroperasi di satu rumah kecil, di sebelah Puskesmas Pembantu. Biasanya kegiatan Posyandu diadakan setiap hari Sabtu di minggu kedua di jam 08.00 sampai jam 11.00. Jika ternyata ada halangan karena satu dan lain hal, kegiatan diundur ke minggu ketiga.
Ada sekitar lima orang ibu yang bertugas sebagai kader Posyandu, plus seorang bidan. Ibu Sidi adalah salah satu kader Posyandu yang kutahu berasal dari Rukun Warga yang sama denganku. Empat orang kader lainnya, berasal dari empat RT yang berbeda karena Posyandu kami --- Posyandu Bougenville - mencakup beberapa RT.
Harus kuakui, aku yang tadinya memandang sebelah mata pada Posyandu, akhirnya mendapatkan pencerahan, kesadaran, dan mengakui bahwa Posyandu adalah 'penyelamat' anak ketiga kami.
Dulu, untuk keperluan kontrol, imunisasi dan pengobatan anak kami yang pertama dan kedua, kami selalu pergi ke rumah sakit. Dulu kami pikir pelayanan rumah sakit sudah pasti lebih baik, dengan lapangan parkirnya yang luas; suster, bidan dan dokter yang ramah; ruang tunggu yang ber-AC, kursi yang empuk dan ruang menyusui yang nyaman. Ah, pokoknya rumah sakit is the best deh. Malah kami tuh sudah seperti hendak piknik kalau mau pergi ke rumah sakit, membawa bekal makan dan minum untuk di sana. Yups, karena makan dan minum di kantin rumah sakit itu mahal, bokk! Lah, kok berubat ke rumah sakit? Ya, kan karena bayar jasanya pakai asuransi suami :)
Saat aku hamil Defai, aku resign dari kantor tempatku bekerja. Lalu qadarullah, ujian dari Allah datang silih berganti. Dana asuransi suami habis untuk ini dan itu, ditambah dengan biaya kontrol kehamilan dan kelahiranku. Lalu Defai pun 'terpaksa' menjadi anak Posyandu.
Menyesalkah aku?
Enggak bohong ya, awalnya aku ragu. Apalagi dulu itu saat lagi ramai-ramainya masalah vaksin palsu beredar di rumah sakit- rumah sakit ternama, terutama di Pulau Jawa.
Eh tapi ternyata, setelah aku menguatkan dan meyakinkan diri untuk pergi ke Posyandu, terbukti bahwa layanan Posyandu baik-baik saja. Vaksin-vaksin tersedia lengkap dan dalam kondisi terjamin. Tentu saja di Posyandu kami, tidak ada ruang tunggu dengan kursi yang empuk dan AC, namun dengan jarak tempuh hanya 10 menit jalan santai dari rumah ... aih, tenyata jauh lebih hemat pergi ke Posyandu!
Di Posyandu, imunisasi dasar diberikan gratis. Ini saja jelas jauh berbeda dengan rumah sakit, yang biaya untuk satu jenis imunisasinya saja bisa mencapai ratusan ribu, belum lagi ongkos jasa dokternya. Apalagi kalau minta imunisasi yang tanpa demam, duh, harganya bisa dua kali lipatnya! Nah, di Posyandu, imunisasi DPT tanpa panas ini tidak tersedia, karena memang Posyandu dimaksudkan untuk melayani masyarakat kebanyakan.
Pssst ... dulu untuk anak pertama dan keduaku, aku selalu memilih imunisasi tanpa demam lho. Karena dulu biaya bukan masalah, dan aku juga memikirkan kenyamanan anak-anakku. Sekarang, aku kok tega ya tidak memberikan imunisasi tanpa demam untuk Defai? Karena ternyata tidak masalah kok. Asal kita sebagai orangtua, terutama sang ibu selalu siap siaga saat timbul demam pada anak. Siapkan saja obat turun panas di rumah, insyaaAllah aman.
Di Posyandu juga disediakan vitamin dasar untuk anak. Bulan Agustus adalah bulan vitamin A. Defai pun sudah mendapatkan jatahnya. Free of charge? Tentu saja!
***
Terus terang, aku merasa sangat terbantu dengan adanya Posyandu di kompleks perumahanku. Bisa dibilang, aku termasuk salah satu penghuni pertama kompleks ini. Aku sudah tinggal di sini saat kebanyakan lahan masih berupa tanah merah. Lalu semakin banyak rumah dibangun dan keluarga-keluarga baru berdatangan. Hampir semua adalah keluarga kecil dengan bayi dan anak balita. Kebutuhan akan pelayanan kesehatan dasar untuk ibu dan anak sangat terasa.
Dan ternyata, sebenarnya kita bisa mendapatkan manfaat lebih dari Posyandu, selain dari apa yang kupikirkan selama ini. Tentu saja aku tahu mengenai pelayanan kesehatan dasar yang diberikan Posyandu, termasuk konsultasi gizi dan nutrisi anak, tapi ternyata Posyandu juga sebenarnya dapat memberikan manfaat pada selain ibu dan anak.
Apakah pernah ada pasangan usia subur yang pergi ke Posyandu untuk berkonsultasi tentang kesehatan calon ibu? Padahal, hal tersebut bisa saja dilakukan, karena masih berada dalam lingkup pelayanan Posyandu. Aku sendiri, saat baru menikah dan dalam masa memprogram kehamilan, tidak kepikiran untuk datang dan mengkonsultasikan masalah kesehatan ke sana. Aku dulu hanya percaya pada dokter dan rumah sakit :) Nah, sekarang setelah aku mendapat pencerahan, bisa dong konsul masa subur ke Posyandu? Hihihi ... enggak ah. Aku sudah punya tiga anak yang ganteng dan cantik. Sudah dulu, ngga nambah lagi :)
***
Tentu saja, meski gratis dan mudah dicapai, bukan berarti Posyandu lantas ramai didatangi ibu dan anak yang sebenarnya masih dalam cakupan layanan Posyandu.
Yah, ambil saja aku sebagai contohnya. Saat imunisasi Defai selesai dan lengkap, aku malas pergi ke Posyandu. Hanya untuk kontrol berat dan tinggi badan, apa pentingnya?
Dan sayangnya, bukan cuma aku yang berpikirian seperti ini. Ada tiga ibu yang sederetan dengan rumahku, yang sama-sama memiliki anak kecil sepertiku, dan mereka juga berhenti datang ke Posyandu setelah masa imunisasi selesai. Tapi untuk alasan yang berbeda.
"Aku mah ngga mau ah datang lagi ke Posyandu. Sakit hati aku," ujar tetanggaku saat kami tengah menyuapi anak-anak kami di depan rumahku pada suatu sore.
"Kenapa, Mam?" tanyaku penasaran.
"Masa anakku dibilang kurus amat. Iya sih emang kecil, tapi kan akunya juga kurus. Bapaknya juga kurus. Ya kalau anakku gemuk, aneh aja kali," sungut si tetangga.
Aku tidak berkata apa-apa, hanya terus menyuapi Defai. Alhamdulillah Defai cukup gemuk, pastinya tidak akan menuai komentar bernada negatif dari siapa pun.
Tentu saja aku tidak tahu pasti susunan kata yang digunakan oleh kader atau bidan Posyandu pada si Mama tetangga sehingga dia sedemikian sewot. Aku juga tahu bahwa ada chart khusus untuk menilai apakah tumbuh kembang seorang anak berjalan baik dari bulan ke bulannya. Lalu jika si Mama tetanggaku ini menolak untuk datang ke Posyandu untuk melakukan kontrol berat dan tinggi badan anaknya, bagaimana?
Padahal, kontrol berat dan tinggi badan anak tidak boleh dipandang sebelah mata. Usia anak hingga 5 tahun, masa yang tercakup dalam layanan Posyandu, adalah masa-masa emas pertumbuhan anak. Alangkah baiknya jika selalu terkontrol. Datang ke Posyandu adalah cara yang mudah dan murah untuk melakukan ini. Menimbang berat badan dan mengukur tinggi badan anak di sana.
Aku menulis ini begai catatan dan instrospeksi pada diri sendiri, juga sebagai pengingat untuk bersyukur atas karunia layanan kesehatan berkualitas, murah dan mudah dijangkau, bernama Posyandu.
Literatur :
http://www.depkes.go.id/resources/download/promosi-kesehatan/buku-saku-posyandu.pdf
https://id.wikipedia.org/wiki/Pos_Pelayanan_Terpadu
"Eheheh, punten kemarin itu kebetulan lagi ada keperluan keluarga, Bu. Kami berangkat pagi-pagi banget, baru pulang lagi sore," aku meringis.
"Ooh gitu, ya," sahut Bu Sidi sambil tersenyum memandang Defai yang menggelendot bersandar ke kakiku. "Tapi gimana imunisasinya Defai, sudah semua?" tanyanya lebih lanjut.
"Sudah, Bu. Dua bulan kemarin sudah selesai," jawabku. Makanya aku malas pergi ke Posyandu lagi, paling tinggal kontrol berat dan tinggi badan saja, batinku dalam hati.
"Tapi jangan berhenti datang ke Posyandu tiap bulan ya, Bu. Walaupun cuma kontrol berat dan tinggi badan, tetap penting itu," ujar Bu Sidi.
Lho, Bu Sidi kok bisa membaca pikiranku ya? Aku meringis lagi, lalu mengangguk-anggukan kepala, berjanji akan datang ke Posyandu bulan depan.
***
Buku pink Posyandu |
Ada sekitar lima orang ibu yang bertugas sebagai kader Posyandu, plus seorang bidan. Ibu Sidi adalah salah satu kader Posyandu yang kutahu berasal dari Rukun Warga yang sama denganku. Empat orang kader lainnya, berasal dari empat RT yang berbeda karena Posyandu kami --- Posyandu Bougenville - mencakup beberapa RT.
Harus kuakui, aku yang tadinya memandang sebelah mata pada Posyandu, akhirnya mendapatkan pencerahan, kesadaran, dan mengakui bahwa Posyandu adalah 'penyelamat' anak ketiga kami.
Dulu, untuk keperluan kontrol, imunisasi dan pengobatan anak kami yang pertama dan kedua, kami selalu pergi ke rumah sakit. Dulu kami pikir pelayanan rumah sakit sudah pasti lebih baik, dengan lapangan parkirnya yang luas; suster, bidan dan dokter yang ramah; ruang tunggu yang ber-AC, kursi yang empuk dan ruang menyusui yang nyaman. Ah, pokoknya rumah sakit is the best deh. Malah kami tuh sudah seperti hendak piknik kalau mau pergi ke rumah sakit, membawa bekal makan dan minum untuk di sana. Yups, karena makan dan minum di kantin rumah sakit itu mahal, bokk! Lah, kok berubat ke rumah sakit? Ya, kan karena bayar jasanya pakai asuransi suami :)
Saat aku hamil Defai, aku resign dari kantor tempatku bekerja. Lalu qadarullah, ujian dari Allah datang silih berganti. Dana asuransi suami habis untuk ini dan itu, ditambah dengan biaya kontrol kehamilan dan kelahiranku. Lalu Defai pun 'terpaksa' menjadi anak Posyandu.
Menyesalkah aku?
Enggak bohong ya, awalnya aku ragu. Apalagi dulu itu saat lagi ramai-ramainya masalah vaksin palsu beredar di rumah sakit- rumah sakit ternama, terutama di Pulau Jawa.
Eh tapi ternyata, setelah aku menguatkan dan meyakinkan diri untuk pergi ke Posyandu, terbukti bahwa layanan Posyandu baik-baik saja. Vaksin-vaksin tersedia lengkap dan dalam kondisi terjamin. Tentu saja di Posyandu kami, tidak ada ruang tunggu dengan kursi yang empuk dan AC, namun dengan jarak tempuh hanya 10 menit jalan santai dari rumah ... aih, tenyata jauh lebih hemat pergi ke Posyandu!
Di Posyandu, imunisasi dasar diberikan gratis. Ini saja jelas jauh berbeda dengan rumah sakit, yang biaya untuk satu jenis imunisasinya saja bisa mencapai ratusan ribu, belum lagi ongkos jasa dokternya. Apalagi kalau minta imunisasi yang tanpa demam, duh, harganya bisa dua kali lipatnya! Nah, di Posyandu, imunisasi DPT tanpa panas ini tidak tersedia, karena memang Posyandu dimaksudkan untuk melayani masyarakat kebanyakan.
Pssst ... dulu untuk anak pertama dan keduaku, aku selalu memilih imunisasi tanpa demam lho. Karena dulu biaya bukan masalah, dan aku juga memikirkan kenyamanan anak-anakku. Sekarang, aku kok tega ya tidak memberikan imunisasi tanpa demam untuk Defai? Karena ternyata tidak masalah kok. Asal kita sebagai orangtua, terutama sang ibu selalu siap siaga saat timbul demam pada anak. Siapkan saja obat turun panas di rumah, insyaaAllah aman.
Di Posyandu juga disediakan vitamin dasar untuk anak. Bulan Agustus adalah bulan vitamin A. Defai pun sudah mendapatkan jatahnya. Free of charge? Tentu saja!
Defai duduk manis di atas timbangan Posyandu. |
Defai ditimbang berat badan di Posyandu. |
Terus terang, aku merasa sangat terbantu dengan adanya Posyandu di kompleks perumahanku. Bisa dibilang, aku termasuk salah satu penghuni pertama kompleks ini. Aku sudah tinggal di sini saat kebanyakan lahan masih berupa tanah merah. Lalu semakin banyak rumah dibangun dan keluarga-keluarga baru berdatangan. Hampir semua adalah keluarga kecil dengan bayi dan anak balita. Kebutuhan akan pelayanan kesehatan dasar untuk ibu dan anak sangat terasa.
Dan ternyata, sebenarnya kita bisa mendapatkan manfaat lebih dari Posyandu, selain dari apa yang kupikirkan selama ini. Tentu saja aku tahu mengenai pelayanan kesehatan dasar yang diberikan Posyandu, termasuk konsultasi gizi dan nutrisi anak, tapi ternyata Posyandu juga sebenarnya dapat memberikan manfaat pada selain ibu dan anak.
Apakah pernah ada pasangan usia subur yang pergi ke Posyandu untuk berkonsultasi tentang kesehatan calon ibu? Padahal, hal tersebut bisa saja dilakukan, karena masih berada dalam lingkup pelayanan Posyandu. Aku sendiri, saat baru menikah dan dalam masa memprogram kehamilan, tidak kepikiran untuk datang dan mengkonsultasikan masalah kesehatan ke sana. Aku dulu hanya percaya pada dokter dan rumah sakit :) Nah, sekarang setelah aku mendapat pencerahan, bisa dong konsul masa subur ke Posyandu? Hihihi ... enggak ah. Aku sudah punya tiga anak yang ganteng dan cantik. Sudah dulu, ngga nambah lagi :)
***
Tentu saja, meski gratis dan mudah dicapai, bukan berarti Posyandu lantas ramai didatangi ibu dan anak yang sebenarnya masih dalam cakupan layanan Posyandu.
Yah, ambil saja aku sebagai contohnya. Saat imunisasi Defai selesai dan lengkap, aku malas pergi ke Posyandu. Hanya untuk kontrol berat dan tinggi badan, apa pentingnya?
Dan sayangnya, bukan cuma aku yang berpikirian seperti ini. Ada tiga ibu yang sederetan dengan rumahku, yang sama-sama memiliki anak kecil sepertiku, dan mereka juga berhenti datang ke Posyandu setelah masa imunisasi selesai. Tapi untuk alasan yang berbeda.
"Aku mah ngga mau ah datang lagi ke Posyandu. Sakit hati aku," ujar tetanggaku saat kami tengah menyuapi anak-anak kami di depan rumahku pada suatu sore.
"Kenapa, Mam?" tanyaku penasaran.
"Masa anakku dibilang kurus amat. Iya sih emang kecil, tapi kan akunya juga kurus. Bapaknya juga kurus. Ya kalau anakku gemuk, aneh aja kali," sungut si tetangga.
Aku tidak berkata apa-apa, hanya terus menyuapi Defai. Alhamdulillah Defai cukup gemuk, pastinya tidak akan menuai komentar bernada negatif dari siapa pun.
Tentu saja aku tidak tahu pasti susunan kata yang digunakan oleh kader atau bidan Posyandu pada si Mama tetangga sehingga dia sedemikian sewot. Aku juga tahu bahwa ada chart khusus untuk menilai apakah tumbuh kembang seorang anak berjalan baik dari bulan ke bulannya. Lalu jika si Mama tetanggaku ini menolak untuk datang ke Posyandu untuk melakukan kontrol berat dan tinggi badan anaknya, bagaimana?
Padahal, kontrol berat dan tinggi badan anak tidak boleh dipandang sebelah mata. Usia anak hingga 5 tahun, masa yang tercakup dalam layanan Posyandu, adalah masa-masa emas pertumbuhan anak. Alangkah baiknya jika selalu terkontrol. Datang ke Posyandu adalah cara yang mudah dan murah untuk melakukan ini. Menimbang berat badan dan mengukur tinggi badan anak di sana.
Aku menulis ini begai catatan dan instrospeksi pada diri sendiri, juga sebagai pengingat untuk bersyukur atas karunia layanan kesehatan berkualitas, murah dan mudah dijangkau, bernama Posyandu.
Literatur :
http://www.depkes.go.id/resources/download/promosi-kesehatan/buku-saku-posyandu.pdf
https://id.wikipedia.org/wiki/Pos_Pelayanan_Terpadu
Posyandu itu sebetulnya menyenangkan, jika kader-kadernya mau bersikap lebih ramah, komunikatif, dan informatif terhadap warga :)
ReplyDeleteBetul, Mbak. Yah memang ada yang ramah, ada juga yang kurang ramah. Tapi kalau sudah urusannya dengan bidang pelayanan masyarakat, kedua belah pihak harus sama-sama saling beramah tamah ya :)
Delete