Cerita anak adalah … cerita untuk anak, yang layak dibaca oleh anak. Penulisnya bisa siapa saja, orang dewasa dan anak-anak pun boleh.
Ada yang bilang, anak ada di rentang usia 6-12 tahun. Ini bukan patokan resmi. Ada pula pembagian anak berdasarkan kemampuan membacanya. Ada pembaca awal, menengah dan tinggi.
Apa saja jenis cerita anak?
Banyak macamnya : cerita pendek, novel anak, novel grafis, pictorial books, dll.
Aku belum familiar dengan semua, tetapi mulai menyeriusi cerita pendek dan novel anak.
Kenapa aku menulis cerita anak?
Tentu karena aku suka. Rasa-rasanya, cara penulisan cerita anak sesuai dengan gaya menulisku yang lugas tanpa konotasi. Mungkin ini terpengaruh juga oleh pekerjaan sambilan lainku yaitu penerjemah. Dalam dunia penerjemahan, alih bahasa dari teks bahasa sasaran, harus diupayakan sedekat mungkin dengan yang dinyatakan di bahasa sumber. Tentunya dengan mempertimbangkan konteks dan kenyamanan pembaca bahasa sasaran. Apalagi terjemahan selama ini kulakukan pada dokumen, bukan novel. Ini semakin memperdalam keterjerumusanku pada gaya bahasa yang lempeng saja, tidak berbelok-belok dan berbunga-bunga di taman.
Cerita anak itu … jujur tanpa pretensi. Tokoh-tokohnya unik dan lucu. Bergambar dan imajinatif. Konfliknya sederhana, tidak berbelit-belit. Happy ending, kebanyakan.
Tetapi jangan salah, menulis cerita anak itu tidak mudah dan sederhana.
Siapa sih anak-anak?
Ada yang bilang, anak ada di rentang usia 6-12 tahun. Ini bukan patokan resmi. Ada pula pembagian anak berdasarkan kemampuan membacanya. Ada pembaca awal, menengah dan tinggi.
Apa saja jenis cerita anak?
Banyak macamnya : cerita pendek, novel anak, novel grafis, pictorial books, dll.
Aku belum familiar dengan semua, tetapi mulai menyeriusi cerita pendek dan novel anak.
Kenapa aku menulis cerita anak?
Tentu karena aku suka. Rasa-rasanya, cara penulisan cerita anak sesuai dengan gaya menulisku yang lugas tanpa konotasi. Mungkin ini terpengaruh juga oleh pekerjaan sambilan lainku yaitu penerjemah. Dalam dunia penerjemahan, alih bahasa dari teks bahasa sasaran, harus diupayakan sedekat mungkin dengan yang dinyatakan di bahasa sumber. Tentunya dengan mempertimbangkan konteks dan kenyamanan pembaca bahasa sasaran. Apalagi terjemahan selama ini kulakukan pada dokumen, bukan novel. Ini semakin memperdalam keterjerumusanku pada gaya bahasa yang lempeng saja, tidak berbelok-belok dan berbunga-bunga di taman.
Cerita anak itu … jujur tanpa pretensi. Tokoh-tokohnya unik dan lucu. Bergambar dan imajinatif. Konfliknya sederhana, tidak berbelit-belit. Happy ending, kebanyakan.
Tetapi jangan salah, menulis cerita anak itu tidak mudah dan sederhana.
Pelangi Cerita Anak Muslim, antologi cerita anak pertamaku |
Apa yang harus dipertimbangkan dalam menulis cerita anak?
* Target usia pembaca
Duluuu, kira-kira beberapa puluh hari dari seminggu yang lalu, aku pikir cerita anak tuh ya yang ada di Bobo aja. Ternyata buku-buku bergambar (pictorial books) yang tebal dan lucu, yang kalau ditumpuk bisa jadi bantal (dan perhatikan, bahwa memang ada jenis buku tertentu yand disebut pillow books), mereka ini juga masuk kategori buku anak.
Anak usia sekitar 1-3, disuguhi buku bergambar tanpa atau minim kata, untuk memperkenalkan bentuk, warna atau huruf dan angka saja. Contohnya pillow books itu. Di sini, pembaca buku masih orangtua mereka.
Anak usia sekitar 3-5, mungkin sudah mengenal huruf dan kata. Buku bergambar atau pictorial books dengan sedikit kata akan cocok untuk mereka.
Seiring meningkatnya usia pembaca, gambar akan semakin sedikit, kata-kata bertambah banyak.
* Bahasa yang menganak
Bahasa yang digunakan dalam cerita anak HARUS sederhana dan menganak. Ini bisa jadi sulit dilakukan lho, hehehe … apalagi buat orang-orang dewasa yang sudah terlalu pekat terkontaminasi debu-debu kepalsuan hidup ckckck ….
Di dunia cerita anak, hitam adalah hitam dan putih adalah putih. Abu-abu tentu ada, tetapi hanya dimaksudkan sebagai warna, dan bukan manifestasi realitas kehidupan manusia yang tidak bisa menentukan batas baik dan buruk (duh!). Bagaimana dengan warna-warna pelangi lain? Harus ada! Karena dunia anak adalah dunia yang ceria!
Banyak kata dalam satu kalimat cerita anak dibatasi. Umumnya tidak boleh melebihi 10-12 kata. Ini bisa jadi tantangan lho, buat emak-emak macam aku yang kalau sudah berhasil dipancing, meski introvert akut tetapi bisa merepet juga. Pecahkan kalimat yang panjang. Beri titik dan koma dengan tepat. Ini karena anak-anak mudah lelah saat membaca kalimat yang panjang.
*Konflik dan solusi yang khas anak-anak
Setiap cerita membutuhkan konflik, tentu supaya seru. Tanpa konflik cerita akan terasa datar seperti bumi, menurut penganut teori bumi datar. Nah, jangan terpengaruh para penganut ilmu sesat itu, ya. Bahkan Chita** pun bilang bahwa life is never flat, ya toh?
Untuk cerita anak, konflik harus khas anak-anak. Solusi pun sebaiknya datang dari anak-anak pula. Orangtua tidak boleh baperan? Eh, berperan dalam cerita? Kan, kita pengin esksis juga?
Tentu boleh ada orangtua dalam cerita anak. Tetapi, biarkan anak-anak belajar memecahkan masalahnya sendiri ya, Bu, Pak. Kalau Ibu dan Bapak pengin punya peran dan dialog lebih banyak, bikin aja cerita sendiri.
*Nilai moral
Nah, ini salah satu poin yang penting banget. Yang lainnya juga penting banget, sih. Tapi nilai moral adalah sesuatu yang tidak boleh absen dari cerita anak. Kita tentu ingin anak-anak mendapatkan sesuatu dari yang dibacanya. Sesuatu yang baik, secara gamblang atau tebersit. Cerita anak adalah salah satu media yang sangat ideal untuk menyisipkan nilai-nilai kebaikan tersebut.
Cerita anak jangan dibikin ribet penuh tipu daya licik, kecuali kalau kalian bikin cerita tentang si Kancil. Dan ingat tentang nilai moral kebaikan yang harus dijunjung tinggi itu tadi. Jadi jika si Kancil licik dan membuat masalah, di akhir cerita dia harus mendapat pelajaran dan jera. Lalu semua bahagia :) Kecuali si Kancil, dia mungkin sedih sebentar. Lalu ikut bahagia bersama yang lainnya :)
* Target usia pembaca
Duluuu, kira-kira beberapa puluh hari dari seminggu yang lalu, aku pikir cerita anak tuh ya yang ada di Bobo aja. Ternyata buku-buku bergambar (pictorial books) yang tebal dan lucu, yang kalau ditumpuk bisa jadi bantal (dan perhatikan, bahwa memang ada jenis buku tertentu yand disebut pillow books), mereka ini juga masuk kategori buku anak.
Anak usia sekitar 1-3, disuguhi buku bergambar tanpa atau minim kata, untuk memperkenalkan bentuk, warna atau huruf dan angka saja. Contohnya pillow books itu. Di sini, pembaca buku masih orangtua mereka.
Anak usia sekitar 3-5, mungkin sudah mengenal huruf dan kata. Buku bergambar atau pictorial books dengan sedikit kata akan cocok untuk mereka.
Seiring meningkatnya usia pembaca, gambar akan semakin sedikit, kata-kata bertambah banyak.
* Bahasa yang menganak
Bahasa yang digunakan dalam cerita anak HARUS sederhana dan menganak. Ini bisa jadi sulit dilakukan lho, hehehe … apalagi buat orang-orang dewasa yang sudah terlalu pekat terkontaminasi debu-debu kepalsuan hidup ckckck ….
Di dunia cerita anak, hitam adalah hitam dan putih adalah putih. Abu-abu tentu ada, tetapi hanya dimaksudkan sebagai warna, dan bukan manifestasi realitas kehidupan manusia yang tidak bisa menentukan batas baik dan buruk (duh!). Bagaimana dengan warna-warna pelangi lain? Harus ada! Karena dunia anak adalah dunia yang ceria!
Banyak kata dalam satu kalimat cerita anak dibatasi. Umumnya tidak boleh melebihi 10-12 kata. Ini bisa jadi tantangan lho, buat emak-emak macam aku yang kalau sudah berhasil dipancing, meski introvert akut tetapi bisa merepet juga. Pecahkan kalimat yang panjang. Beri titik dan koma dengan tepat. Ini karena anak-anak mudah lelah saat membaca kalimat yang panjang.
*Konflik dan solusi yang khas anak-anak
Setiap cerita membutuhkan konflik, tentu supaya seru. Tanpa konflik cerita akan terasa datar seperti bumi, menurut penganut teori bumi datar. Nah, jangan terpengaruh para penganut ilmu sesat itu, ya. Bahkan Chita** pun bilang bahwa life is never flat, ya toh?
Untuk cerita anak, konflik harus khas anak-anak. Solusi pun sebaiknya datang dari anak-anak pula. Orangtua tidak boleh baperan? Eh, berperan dalam cerita? Kan, kita pengin esksis juga?
Tentu boleh ada orangtua dalam cerita anak. Tetapi, biarkan anak-anak belajar memecahkan masalahnya sendiri ya, Bu, Pak. Kalau Ibu dan Bapak pengin punya peran dan dialog lebih banyak, bikin aja cerita sendiri.
*Nilai moral
Nah, ini salah satu poin yang penting banget. Yang lainnya juga penting banget, sih. Tapi nilai moral adalah sesuatu yang tidak boleh absen dari cerita anak. Kita tentu ingin anak-anak mendapatkan sesuatu dari yang dibacanya. Sesuatu yang baik, secara gamblang atau tebersit. Cerita anak adalah salah satu media yang sangat ideal untuk menyisipkan nilai-nilai kebaikan tersebut.
Cerita anak jangan dibikin ribet penuh tipu daya licik, kecuali kalau kalian bikin cerita tentang si Kancil. Dan ingat tentang nilai moral kebaikan yang harus dijunjung tinggi itu tadi. Jadi jika si Kancil licik dan membuat masalah, di akhir cerita dia harus mendapat pelajaran dan jera. Lalu semua bahagia :) Kecuali si Kancil, dia mungkin sedih sebentar. Lalu ikut bahagia bersama yang lainnya :)
Kalian sedang belajar atau suka menulis cerita anak juga? Sharing yuk di kolom komentar :)
Wah, keren banget bisa nulis cerita anak. Aku cuma pernah nulis sekali, terus nyerah deh, padahal aku guru TK, hahaha :)
ReplyDelete